Senin, 14 April 2008

Gossip

Beberapa waktu yang lalu aku sempat gusar oleh gossip yang kudengar dari tetangga, awalnya dia menceritakan tentang pembantunya yang dikeluarkan, lalu dia cerita bahwa pembantuku yang dulu [saat ini sudah keluar] sering menggosipkanku pada pembantunya, katanya mereka sering menjelek-jelekkanku. Awalnya aku cuek, di kompleks kecil, gossip emang tidak mudah dibrantas. Dalam sebuah kebetulan akhirnya cerita gossip itu berkembang, dari pembantuku yang saat ini bekerja padaku, kudengar banyak hal tentang tingkah polah pembantu-pembantuku yang lama, rupa-rupanya rata-rata dari mereka, dulu, sering bertandang ke kampung belakang komplek perumahanku dan membawa putriku kesana, ketika aku sedang bekerja. Berbagai cerita tak enakpun akhirnya kudengar, intinya semua hal yang buruk, tak satupun positif, namanya juga gossip, mana ada yang baik. Namun perkataan yang tidak baik sempat mengganggu perasaanku, sampai-sampai aku bertekad untuk tidak mau memperdulikan pembantu lama itu lagi, karena aku merasa selama ini aku selalu mengasihani dia, walaupun aku cukup dengan satu pembantu aku tetap tidak memecatnya karena alasan kasihan semata, tetapi dia malah menyebar gossip dan menjelekkanku dimana-mana.
Rasa jengkel sempat membuatku berfikir untuk tidak mau memperdulikan orang kampung lagi, selama ini aku selalu memikirkan orang-orang kecil yang miskin, mengasihani mereka dan berbuat semampu yang aku bisa lakukan tetapi yang kuterima malah gossip murahan.

Hal yang sama pernah terjadi ketika aku bekerja dulu, suasana disana sungguh membuatku jengkel, apa yang diceritakan di depan dan di belakang seseorang, selalu tidak sama, gossip selalu menjadi sebuah cerita yang enak untuk dibahas berlama-lama, kondisi ini sangat menjengkelkan buatku makanya aku lebih suka menyendiri daripada ngerumpi, dan ternyata di kompleks perumahanpun sama saja, ibu-ibu yang tidak bekerja selalu punya waktu untuk menceritakan orang lain, bahkan tidak jarang anggota keluarga sendiri pun digossipkan.

Entah mengapa aku dan suamiku, tidak suka ngerumpi, buat kami pekerjaan di rumah telah menyita banyak waktu daripada ngumpul dan ngobrol yang tidak berarti lebih baik baca, nonton TV atau menambah wawasan lewat internet, bahkan untuk kami berdua ngobrol yang tidak perlupun jarang terjadi.

Gossip, perkataan negatif yang kudengar sangat menggangguku, hampir-hampir mempengaruhi keputusanku untuk tidak mau memperdulikan sekitarku lagi, namun....................
Suatu ketika aku sedang sendirian, dalam desah batinku aku mengeluh, mengapa orang selalu hanya melihat dan mengatakan kejelekan saja, hal baik tidak pernah diungkapkan padahal didalamnya selalu terkandung motif-motif pribadi, untuk kepentingan diri sendiri, ah......percuma saja berbuat baik dan berfikir untuk orang lain........aku terdiam, kuhela nafas dalam-dalam serasa menumpahkan uneg-uneg, tiba-tiba nuraniku menasehatiku:
" jangan hidup dari apa yang orang perbuat dan yang orang katakan, tetapi hiduplah dengan apa yang kamu yakini, selalu ada orang yang demikian dimanapun, selama nuranimu tidak mencela engkau, dan engkau tidak berbuat hal yang buruk, jangan resah dengan perkataan siapapun, terus tetapkan langkahmu dan lakukan apa yang nuranimu katakan baik".

Kurenungkan nasehat itu, kupikir ulang, kuamati dalam renungan, kisah hidup bahkan orang-orang besar, tidak sedikit orang baik mendapat penindasan tetapi ketika mereka menang disanalah kebesaran mereka terbukti dan nama mereka dikenal.
Lalu aku berfikir........ siapakah aku hingga aku merasa tidak layak untuk dijelekkan? Bahkan Tokoh agama yang melakukan banyak kebaikan saja tidak jarang disalah mengerti dan dijelekkan, ada yang dihina bahkan.

Mengingat semua itu aku kembali merasa, sebaiknya aku menjadi diriku sendiri, apa yang baik tatap kupertahankan dan apa yang buruk harus kuperbaiki dan untuk diriku sendiri aku menetapkan untuk tidak menceritakan kejelekan orang lain sekalipun orang itu memang jelek, dengan demikian memberi kesempatan bagi dia ketika dia mau berubah.