Selasa, 18 Maret 2008

Kepolosan Anakku

Kemaren anakku pulang sekolah dengan membawa hasil ulangan tengah semester.
Segera kuperiksa untuk mengetahui apakah ada remidi atau tidak, ternyata hasilnya 100, 97, 95, 92, 90, 87, 84. Aku bersorak gembira dan segera memanggil anakku untuk memeluk dan memujinya. Pelajaran bahasa inggris yang sempat aku khawatirkan mendapat nilai 95.
Jujur, sebelumnya aku tidak mengira, aku berharap asal tidak remedi aja udah bersyukur mengingat umurnya baru lima setengah tahun sudah duduk di kelas satu karena sempat lompat kelas atas anjuran sekolah, walaupun aku selalu memberi dia semangat dan mengajarnya dengan ketat supaya mendapatkan nilai terbaik, tetapi sebetulnya aku tidak berharap banyak.
Aku jadi mengenang kejadian beberapa waktu yang lalu ketika aku memarahinya karena dia bermain terus dan tidak mau belajar tanpa kutemani, disaat itu aku sedang sibuk bekerja dengan komputerku dan meminta dia mengerjakan soal yang sudah kubuat eh dia malah bermain dan membuat kotor lantai lalu aku marah padanya sampai dia menangis.
Dalam tangisnya dia hendak memelukku [anakku memang memiliki kebiasaan ini, bila kumarahi selalu menangis minta dipeluk] tapi kali itu aku tidak mau memeluknya karna sedikit jengkel. Dia menangis dan terus menangis akhirnya aku kasihan dan kupeluk juga lalu kuajak bicara baik-baik dan bertanya : "Kamu tahu tidak kenapa mami sampai marah sekali padamu?" Masih dalam isak tangisnya dia menjawab "Tidak tahu........"
Kali ini aku yang tersentak kaget, alamak dari tadi aku marah dan mengeluarkan banyak kata nasehat untuknya ini dan itu eh ternyata dia tidak tahu kenapa aku marah !?!?!?
Lalu kutanya baik-baik : "Lalu kenapa kamu menangis?" tadinya aku pikir dia menyesali perbuatannya tapi dia menjawab : " karna saya mau dipeluk mami"
Kembali aku tersentak seperti tersadar..............jadi rupanya selama ini aku telah salah metode? Biasanya aku selalu marah dan menasehatinya panjang lebar bila dia berbuat yang menurudku nakal tapi sekarang kuketahui bahwa dia tidak mengerti, dia menangis dan sering kali minta maaf hanya supaya aku tidak marah lagi dan dia mendapat pelukan.
Hari itu aku belajar cara menangani anakku dengan lebih baik lagi, inilah manfaat yang kurasakan ketika ibu di rumah, aku jadi lebih mengenal anakku sendiri, mengenali dia secara seutuhnya, beberapa kali kudapati kwalitas yang baik dalam diri anakku bahkan ketika aku melihat seperti kenakalan. Contohnya ketika dia menulisi pagar dengan kata-kata larangan menendang dan menggelantung . Hal ini disebabkan karena dia melihat temannya melakukan hal tersebut di pagar rumah kami.
Memiliki kwalitas waktu bersama anak ternyata sangat mempengaruhi perkembangannya. Aku melihat hal ini sejak aku tidak bekerja dan selalu di rumah. Nilai pelajarannyapun meningkat dari waktu ke waktu padahal dia tidak les ini dan itu.
Menyadari hal itu aku sangat mensyukurinya dan berharap dapat terus begini yang berarti tidak harus bekerja di luar rumah lagi. Memang, bila memikirkan kebutuhan hidup dan keinginan, rasanya bekerja dan mendapat penghasilan tambahan akan jauh lebih nyaman, namun mengingat pentingnya investasi yang satu ini aku mengurungkan niatku, walaupun untuk hal itu harus ada harga yang harus kubayar, penyesuaian gaya hidup. Tidak ada lagi makan mewah di restoran, tidak ada lagi makan-makan di mall yang dulu sering kulakukan karna tidak suka masak, tidak ada lagi baju baru tiap suka, dan hal-hal lainnya.
Apakah aku menderita ? ah........... ternyata ini lebih menyenangkan, yang menjadi persoalan hanyalah perasaan mengabaikan potensi yang ada dalam diriku dan keinginan untuk mengembangkan potensi dan menciptakan ladang pekerjaan.
Walau harapan itu masih tertunda tetapi dalam setiap kesempatan aku selalu memikirkan cara untuk mewujudkannya, bisnis penjualan program akuntansi yang kulakukan secara on line sempat menjadi penghibur dan penyaluran, walau masih baru tetapi ini sudah mulai jalan, order sudah mulai berdatangkan walau belum terlalu banyak tetapi mungkin karna aku belum dapat full konsentrasi untuk mengembangkannya, namun perlahan tapi pasti aku tetap memikirkan dan mengerjakan di setiap waktu luang yang ada.
Saat ini, anak adalah prioritas utamaku, mengingat usianya yang masih membutuhkan banyak perhatian. Aku ingin menanamkan nilai-nilai yang kuyakini baik tertanam kuat dalam dirinya seperti belajar itu penting dan harus dilakukan seumur hidup, agama dan nilai-nilai yang benar serta karakter yang baik juga harus jadi prioritas.
Suatu hari anakku berkata begini : " mam, saya ingin memetik bunga yang berwarna merah untuk mami" Rupanya dia mendengar pembicaraanku dengan suami mengenai tanaman yang kuinginkan dirumah yaitu tanaman yang tidak hijau semata tetapi berwarna-warni terutama bila ada bunga atau tanaman yang berwarna merah.
Dengan senyum aku berkata : "Mamie akan lebih bahagia bila kamu menghadiahkan nilai-nilai yang baik untuk mami, nilai yang tidak ada 70 nya, walaupun untuk itu kamu harus lebih giat belajar dan teliti juga sungguh-sungguh mengerjakan soal ulangan, dan itu adalah hadiah yang paling membahagiakan mamie".

Hari ini anakku telah memberikannya, walau esok akan ada penilaian lagi, yang berarti dia harus belajar dan tak pernah berhenti namun hari ini dia telah memberikan apa yang mamie inginkan dan esok mamie yang harus membantunya mencapai harapan mamie.........nilai yang baik.
Ada pepatah yang mengatakan : anak kecil seperti selembar kertas putih, apapun yang kamu tulis diatasnya itulah yang akan terlihat.
Anak membaca dari apa yang dia lihat dan dengar, bila dia keliru artinya modelnya yang salah.
Kepolosan anakku telah mengajarkanku seseatu yang berharga.

Tidak ada komentar: