Rabu, 12 Maret 2008

Harapan Yang Tak Pernah Sirna

Ini adalah kisah hidup seorang yang memiliki harapan yang tak pernah sirna.

Terlahir sebagai anak bungsu dari 11 bersaudara, di sebuah kota kecil.
Ia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang selalu sibuk bekerja.
Ayahnya memiliki sebuah toko yang menjual kebutuhan sehari-hari.
Di kota kecil tersebut toserba ayahnya termasuk cukup besar dan ramai.
Semua kakak lelakinya membantu ayahnya di toko mereka.
Sedangkan semua anak perempuan memiliki usaha sendiri.
Di kota kecil tersebut keluarga mereka adalah pionir dibidang Salon Kecantikan, Binatu dan Toko Kue. Toko merekalah yang mempelopori pembuatan kue ulang tahun.
Pendek kata usaha merupakan hidup mereka. Semua tugas telah terbagi dengan baik.
Anak perempuan tertua menangani facial dan pembuat pola baju, anak kedua membuat kue dan menjahit baju, anak ketiga dan seterusnya bertugas di salon untuk memotong rambut, keriting, juga membantu menjahit dan membuat kue, selain itu pekerjaan rumah tangga juga dibagi pada setiap anak perempuan, mulai dari memasak, mencuci, membersihkan rumah dan lain sebagainya. Dimalam hari ibu mereka masih sempat merajut.
Bila toko sedang ramai sekali biasanya diawal bulan apalagi ketika lebaran menjelang, semua anak dikerahkan membantu termasuk anak perempuan, jadi kehidupan keluarga ini adalah sibuk dari pagi hingga malam hari, mulai dari ayah, ibu, anak lelaki dan perempuan, dari yang tertua hingga yang paling kecil.
Bekerja dan mencari uang merupakan prioritas hidup mereka, bukan sekolah.
Yang dipentingkan orang tua bagi anaknya adalah ketrampilan bukan ilmu pengetahuan.
Dapat dibayangkan, hidup dalam lingkungan keluarga seperti itu membentuk sesuatu dalam dirinya. Sejak umur 7 tahun ia sudah pandai berdagang.
Setiap hari ia membawa permen, mainan atau apa saja ke sekolah untuk dijual pada teman-temannya dan menyimpan uangnya di celengan.
Itu sebabnya sejak kecil ia tidak pernah kekurangan uang.
Bagaimana tidak, barang dagangan ia peroleh dari toko keluarganya tanpa membeli, lalu hasil penjualan menjadi miliknya, selain itu setiap hari ia dapat uang jajan. Jadi tidak heran bila ia punya banyak uang. Bagusnya ia tidak pernah berfoya-foya, semua uangnya ia tabung di celengan ayam [celengan dari tanah liat yang berbentuk ayam].
Untuk keperluan sekolahnya semua sudah tersedia di toko mereka, belum lagi setiap tahun ia merayakan ulang tahun dan mendapatkan banyak hadiah.
Namun herannya semua hadiahnya dapat tersimpan dengan rapi, ia tidak memboroskan apapun miliknya, jadi dia selalu memiliki segala sesuatu yang lebih dari cukup, mulai dari alat sekolah, mainan, stiker maupun kaset lagu anak-anak dan drama, belum lagi makanan kecil seperti permen, coklat, biskuit dan sebagainya. Pendek kata masa kecilnya cukup makmur.

Ketika beranjak remaja, semua saudaranya mulai menikah dan usaha papanya mulai menurun, namun dia masih berkecukupan, walau kala itu keluarga mereka tidak kaya.
Setelah lulus SMA sesuatu mulai terjadi dalam hidupnya, ayahnya bangkrut ditipu oleh menantu sendiri, ibunya sakit dan tidak dapat bekerja berat lagi, semua kakaknya telah menikah dan memiliki keluarga dan tanggung jawab sendiri, dan tinggallah dia yang harus berjuang untuk menghidupi diri sendiri.
Keberuntungan tampak tidak meninggalkan dirinya, sebelum ijasah SMAnya diterima, ia mendapat pekerjaan di toko sahabatnya walaupun keinginannya untuk kuliah harus kandas ditengah jalan tapi ia masih tetap berharap.
Setelah ijasah SMA diterimanya, dia melamar pekerjaan di bank swasta dan diterima.

Selama 3 bulan dia harus pindah kota untuk tranning, setelah kembali dia bekerja sebagai karyawan bank dan bercita-cita menjadi seorang bankir, selain itu dia membuka usaha rumah makan dirumah.
Usaha ini dilakukannya dimalam hari setelah pulang kerja, ibunya yang membantu dirumah. Walau tidak berkelimpahan tetapi kehidupan mereka lebih dari cukup.
Ibunya yang mengetahui keinginan kuat dari anaknya untuk kuliah menyarankan dia untuk kuliah malam, namun karena dia mengasihi ibunya dan tidak tega meninggalkannya sendirian menjalankan usaha rumah makan, dia mengurungkan niatnya.
Setelah 2 tahun bekerja di bank swasta dia mendapat tawaran untuk bekerja sebagai pimpinan cabang pada sebuah perusahaan milik saudaranya, dengan mempertimbangkan kondisi mamanya dan kemungkinan adanya kesempatan untuk kuliah lagi dia memutuskan untuk menerima tawaran tersebut dan membuang keinginannya untuk menjadi bankir.

Dua tahun dia bekerja mengelola perusahaan itu, pekerjaan yang dia tangani tidaklah mudah, semua orang yang mengerti bidang pekerjaannya itu berdecak kagum kepadanya, karena kemampuannya menjalankan usaha tersebut dengan baik dan menghasilkan keuntungan bagi pemilik, tetapi dia sendiri mengalami kesedihan.
Cita-citnya untuk kuliah ternyata gagal. Hal ini disebabkan karena pekerjaan yang harus dikerjakannya telah menguras waktu, tenaga dan pikirannya, adakalanya dia harus bekerja sampai tengah malam atau bahkan subuh padahal gaji yang diterimanya tidaklah terlalu besar, tingkat stressnyapun tinggi. Apa yang membuat dia bertahan? Ibunya.

Setelah ibunya meninggal karna sakit, dia tidak ingin lagi melanjutkan pekerjaannya dan akhirnya dia pindah ke Jakarta, kota yang tidak ia sukai karna kemacetan dan hiruk pikuknya, namun karna tidak ada pilihan lain ia pun pindah.
Di Jakarta ia sempat bekerja di bank swasta, namun kondisi perjalanan di Jakarta dirasakan berat olehnya, akhirnya diapun terpaksa pindah kerja, lagi-lagi keinginan menjadi bankir tidak terlaksana. Mulailah dia bekerja pada sebuah perusahaan kecil sebagai sekretaris owner.
Selama 2 tahun dia bekerja disana, sang owner sangat menyenangi pekerjaannya sehingga dia diberi kesempatan untuk kuliah, namun karena biaya, dia hanya dapat mengambil kuliah kilat saja, karena segala biaya hidup harus dia tanganinya sendiri .

Suatu hari terjadi masalah di tempat kerjanya, sang owner mendapat patner kerja yang baru, tampaknya orang tersebut kurang bermaksud baik, dia mencium hal tersebut dan akhirnya berusaha disingkirkan, singkat cerita diapun mundur dari perusahaan tersebut, dan kebetulan mendapat tawaran bekerja pada sebuah perusahaan yang baru mulai dirintis.
Dia diminta merintisnya dari nol. Buat dia yang menyukai tantangan, hal itu adalah kesempatan.

Iapun bekerja pada perusahaan itu sebagai seorang pionir, karena pada saat itu tidak akan ada orang yang mau bekerja pada perusahaan yang seperti itu.
Di tangannya perusahaan itu sempat maju dan berkembang, namun hal itu tidak berlangsung lama karena sang owner mulai ikut mengelola dan mengadakan banyak expansi yang akhirnya malah menimbulkan kerugian.
Keinginan sang owner untuk cepat sukses telah membawa perusahaan kepada kesulitan cash flow, dan beban biaya operational yang berat, ditambah lagi ada perusahaan di dalam tubuh perusahaan tersebut.
Awalnya dia tidak mengerti tetapi setelah kerugian mulai terjadi dia pun melihat masalahnya tetapi dia tidak dapat berbuat apa-apa.
Di perusahaan ini dia mengalami banyak hal yang membuat pandangannya berubah.
Sejak awal ia bekerja, dia bekerja dengan sungguh-sungguh.
Pemilik perusahaan menyadarinya dan selalu berjanji dan memberi dia harapan sehingga dia berpikir bahwa dia dapat menggantungkan masa depannya pada perusahaan itu, dia merasa pemilik perusahaan itu adalah seorang pemimpin yang sangat baik, seperti malaikat bahkan Tuhan, dia sangat menghormatinya, mengasihinya sebagai seorang kakak dan mempercayainya sepenuh hati bahkan lebih dari siapapun, itu sebabnya dia tidak segan-segan untuk bekerja sangat keras, sangat jujur, sampai mengabaikan kesehatan dan kantong sendiri.
Bagi perusahaan kecil yang baru dirintis pengorbanan memang sangat dibutuhkan, namun dia selalu memiliki harapan bahwa suatu saat dia akan menikmati hasil kerjanya, itu pulalah janji yang sering diterimanya dari sang owner.

"Harapan adalah harapan, kita harus realistis dalam hidup ini, jangan mementingkan yang lain dan mengabaikan lainnya, semuanya harus seimbang".
Kalimat itu muncul setelah banyak hal terjadi dalam pekerjaannya yang membuat dia belajar.
Dulu demi mementingkan perusahaan dia mengabaikan hal lainnya, bagi dia bekerja haruslah sungguh-sungguh, jujur, keras, mengabdi dan bila perlu berkorban, sedangkan hak tidak perlu dipikirkan, percaya saja bahwa pimpinan sangat peduli dan tidak akan mengabaikan karyawan, begitu yang ia terima dan begitu yang ia percaya dan ingin dia terapkan pada semua orang yang lain. Hal inilah yang mendatangkan konflik karena ternyata tidak semua karyawan seperti dia dan hal ini menimbulkan salah paham yang menyeret dia kepada kepedihan yang dalam.
Kekecewaan demi kekecewaan akhirnya dia terima.

Janji mendapat bagian saham kosong menjadi harus membeli saham, pemotongan pendapatan berkali-kali terjadi, prinsip kerjanya yang benar dan tegas terhadap bawahan yang dibenarkan oleh sang owner membuat dia dijauhi oleh semua orang.
Gosip-gosip yang memojokkannya telah membuat dia diragukan, semua hal buruk itu harus ditelannya sendiri, tidak ada seorangpun yang dapat ia ajak bicara tetapi ia masih punya harapan yang kuat karena merasa sang owner masih dipihaknya. Meskipun ada kekecewaan yang diterimanya dari sang owner namun dia tetap bersikap positif karena masih tetap berharap.

"Disinilah titik pendewasaanku terjadi, terlalu banyak air mata terkuras ditahun-tahun itu namun tak ada yang tahu. Kesendirian, ketidak-adilan, kekecewaan, telah membuat dia ingin segera melarikan diri jauh-jauh. Beberapa kali dia hendak mengundurkan diri namun lagi-lagi tidak terjadi karena sang owner masih menahan dan memberi keringanan dan ............. dia masih tetap memupuk harapan.

Bukan merupakan rahasia lagi, rata-rata karyawan tidak terlalu mementingkan perusahaan tetapi mereka bekerja karna dibayar dan tidak sedikit karyawan yang menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi, ini dapat terjadi dimana-mana. Sebaliknya para pemimpin perusahaanpun sama, mereka membebankan biaya-biaya yang tidak seharusnya dibebankan pada institusi mereka sehingga mengurangi laba dan pembagian bonus karyawan itupun lumrah terjadi juga.
Namun bagi dia hal yang disebut diatas merupakan sesuatu yang menimbulkan konflik.
Di satu sisi dia merasa kebenaran yang dia pegang harus dipertahankan namun disisi lain dia melihat adanya ketidak-benaran terjadi disekitarnya.
Bersikap terlalu benar telah membuat dia terjebak dalam konflik yang berkepanjangan dan rasa sakit yang dalam, ketidak berdayaan terasa menyiksanya dalam situasi itu.
Berkali-kali dia ingin keluar namun kebutuhan hidup membuat dia takut berjalan keluar, lambat laun, perlahan namun pasti, motivasinyapun memudar, bekerja bukan lagi merupakan tantangan tetapi telah berubah menjadi tekanan dan penderitaan.

Saat ini dia telah bebas dari semua konflik itu karna dengan cara yang diluar dugaan akhirnya dia keluar dari semua itu. Ketidak berdayaan dan kelemahan yang dia rasakan dipotong oleh tangan yang tak terlihat namun terasa, dan mengeluarkan dia dari semua situasi itu.
Walaupun awalnya dia merasakan kepedihan dan ketidak nyamanan, namun akhirnya dia menyadari ini adalah keajaiban!
Ketakutannya untuk keluar dari tempat yang dia rasakan sebagai masa depannya menjadi tidak berarti ketika dia sudah berada diluar.

Masih banyak hal yang ia alami yang tidak dapat dituliskan satu persatu, namun ada satu hal yang ia miliki : Dia tidak kehilangan harapan.
Harapan untuk melihat sebuah perusahaan yang kuat namun bersih, harapan untuk meraih masa depan kembali, harapan untuk melihat sosok pimpinan yang patut diteladani.

Ada yang mengajarkan : bila anda bertemu pimpinan yang pelit, medit dan tidak berbelas kasih itu artinya kamu juga sama, itu terjadi supaya anda bisa ngaca.
"Saya tidak sependapat dengan hal itu, menurud saya, seorang pimpinan harus memberi contoh dan teladan kepada bawahan terutama yang masih hijau agar mereka dapat melihat dan mengikuti pola yang benar. "

"Harapan itu tidak pernah sirna dan melemah, bila saat ini aku tidak memperolehnya, suatu saat nanti anakku mungkin akan menerimanya, itu lah yang disebut harapan."
Demikian tuturnya menutup cerita.

Tidak ada komentar: