Sabtu, 03 Mei 2008

SEDERHANA

"Sederhana" kata itu selalu ada dalam benakku akhir-akhir ini.
Belakangan ini aku sering menonton drama-drama kehidupan yang bercerita tentang orang-orang yang berjuang dalam hidup dan untuk hidup yang ditayangkan oleh DAAI TV.
Orang-orang yang tadinya susah, hidup apa adanya dan akhirnya berhasil.
Tidak sedikit dari Kisah-kisah tersebut yang menginspirasiku.

Kupikir di titik manapun kehidupan seseorang selalu ada kebutuhan dan keinginan, entahkah si miskin, si kaya atau yang rata-rata.
Sebenarnya kebahagiaan bukan terletak pada apa yang kita miliki atau tidak, tetapi pada apakah kita puas dengan apa yang kita miliki ?

Di dalam hidup ini, banyak hal dapat terjadi, ada suka ada pula duka dan itu dapat melanda siapa saja, baik si miskin, si kaya atau yang rata-rata.
Tapi memang untuk orang yang miskin hidup menjadi semakin menyedihkan.
Aku pernah bertanya : "mengapa ada orang yang hidup sangat miskin ? tidak adilkah Tuhan sehingga dia menciptakan orang-orang yang demikian ?"
Namun ketika kutelusuri, aku menemukan bahwa rata-rata orang miskin tidak pernah punya perencanaan dalam hidup mereka, mengalir begitu saja, apalagi dalam masyarakat kita di Indonesia. Tidak jarang orang yang mengaku miskin tapi memiliki banyak anak atau seorang Bapak yang mengaku miskin tetapi punya istri lebih dari satu. Bukan itu saja, tidak sedikit dari mereka yang cukup berani membeli barang-barang dengan harga yang cukup mahal atau gaya makan yang berlebihan, semua itu sebenarnya adalah pemborosan apalagi budaya lebaran yang setahun sekali yang terkadang membuat banyak orang berhutang guna menutupi keinginan berlebaran yang mewah atau berlebihan padahal tidak punya uang.

Sementara di kalangan mereka yang rata-rata, biasanya para karyawan yang sudah mempunyai posisi yang cukup bagus, menikmati hidup menjadi gaya hidup mereka.
Banyak anak muda atau keluarga muda yang lebih mementingkan membeli mobil dari pada rumah, tidak sedikit dari mereka yang menggunakan kartu kredit untuk menutupi kekurangan dari kebutuhan hidup mereka akibat dari gaya hidup yang cenderung diatas rata-rata.
Bahkan ada yang berurusan dengan polisi disebabkan hutang yang tidak dapat dibayar.
Beberapa waktu yang lalu tetanggaku yang tinggal satu blok dibelakangku pindah pada pagi-pagi buta tanpa membawa banyak barang, belakangan diketahui bahwa mereka melarikan diri bukan pindahan karena terlibat hutang yang tidak sanggup dibayar, padahal pada waktu baru pindah mereka tampak sangat mentereng, rumah di hook yang tanahnya cukup besar direnovasi jadi bagus dan mewah, semua barang dan perabotan adalah barang-barang mewah, mobil baru, dan gaya hidup yang royal membuat semua orang berfikir mereka kaya.
Tapi ternyata semua hasil pinjaman belaka, itu sama seperti menyimpan bom waktu yang sedang aktif hingga akhirnya bom waktu itupun meledak.
Belum lagi cerita tentang teman sekantor suamiku yang terpaksa nginap 3 hari di kantor polisi karena menipu uang teman sendiri.
Semua itu terjadi karena ingin menikmati hidup, gaya hidup mewah tanpa susah, dan parahnya hal seperti itu ternyata tidak sedikit jumlahnya.

Kembali pada kata sederhana.
Suamiku adalah orang yang sangat sederhana, dia dapat hidup apa adanya.
Cerita ini cukup menarik buatku.
Aku sudah terdidik hemat dari sejak kecil, itu sebabnya aku tidak pernah pusing soal uang dari masa kecilku karena aku sudah terbiasa menabung dan tak pernah kehabisan uang.
Menurudku aku ini adalah orang yang sederhana, tetapi ketika aku bertemu dengan suamiku, maka arti kata sederhanakupun mulai berubah.

Ketika kami pacaran dulu buatku makan nasi bungkus dari warung padang seperti sederhana dan sekelasnya adalah hal yang sederhana tetapi makanan yang sederhana buat suamiku adalah nasi dengan tempe goreng ples kecap.
Ada banyak ukuran sederhana buatku yang sangat bertolak belakang dengannya dan ini membuatku menyadari bahwa sebetulnya orang dapat hidup apa adanya dan tidak perlu terlalu membebani diri sendiri dengan demikian hidup ini menjadi lebih ringan dan mudah.
Bukan berarti kita tidak boleh memiliki impian dan keinginan namun harus melihat kenyataan. Ketika kita bercita-cita lihatlah ke langit namun ketika kita berjalan lihatlah ke bumi.
Kita harus punya impian dan bekerja untuk mewujudkannya tapi kita jangan lupa pada kenyataan yang ada, begitu selalu suamiku berprinsip.
Hikmat dan pengetahuan selalu dibutuhkan untuk menata hidup menjadi lebih baik, tetapi perencanaan dan ketekunan untuk mewujudkannya adalah kunci.
Dengan cara ini pulalah kami hidup, dari tidak punya motor hingga punya mobil, dari tidak punya rumah hingga punya dua rumah, dari kami harus bekerja berdua hingga kini hanya dia yang bekerja sedangkan aku dapat mulai merintis usaha menjual Program Akuntansi dan bekerja dari rumah.

Bekerja adalah anugerah, itu sebabnya kita harus bekerja.
Tetapi dengan pola gaya hidup sederhana , suatu titik kita akan dapat menikmati hasil kerja kita dan kita akan maju selangkah demi selangkah dalam kepastian.
Selalu ada pengorbanan dalam kita hendak meraih sesuatu, namun bila hal itu dapat mewujudkan impianmu kenapa tidak ?
Setelah menikah pengorbanan yang cukup berat bagiku adalah penyesuaian gaya hidup. Namun ketika hal itu terus menerus dilakukan dengan kerelaan maka hal itu tidak menjadi berat lagi. Kita harus berusaha dan rela agar penyesuaian tidak menjadi beban, dengan demikian hal itu tidak akan menjadi pengorbanan lagi tapi gaya hidup yang baru, hemat bukan pelit.

Kesederhanaan adalah hemat bukan pelit.
Hemat adalah mengeluarkan uang dengan seperlunya, sedangkan pelit adalah tidak mau mengeluarkan uang walaupun perlu.
Suamiku dapat makan siang dengan hanya mengeluarkan uang Rp 5.000,- tetapi memberikan uang Rp 50.000,- dengan mudah untuk seseorang yang membutuhkan.

Kesederhanaan hidup menciptakan peluang untuk kita dapat memiliki banyak hal yang dulu tidak mampu kita miliki.
Kesederhanaan hidup menghindarkan kita dari tekanan-tekanan yang tidak perlu.
Kesederhanaan hidup membuat kita bekerja dengan lebih gembira dan mampu berkarya.

Tidak ada komentar: