Selasa, 22 Januari 2008

Belajar Dari Kisah hidup

Sejak beberapa waktu yang lalu saya mengikuti sebuah drama di televisi. Drama itu diangkat dari kisah hidup seorang wanita di tahun 1970.
Wanita ini memiliki seorang suami yang bijaksana, berpendidikan dan bekerja sebagai pegawai negeri dengan gaji yang kecil, ia memiliki 3 orang anak, ia adalah seorang yang sederhana, tidak berpendidikan, namun baik hati dan rajin. Dia tidak pernah mengeluh tentang keuangan, namun rajin mencari uang untuk membantu suaminya mencukupkan kebutuhan keluarga.
Di masa itu wanita karier belum popular. Rata rata ibu rumah tangga tugasnya adalah di rumah, merawat anak, suami dan mengurus rumah. Walau istri harus bekerja demi membantu keuangan keluarga, namun prioritas utama adalah keluarga. Jadi semua pekerjaan dilakukan dari rumah.


Saya membayangkan, betapa melelahkannya menjadi wanita di masa itu.
Sejak menjadi ibu rumah tangga alias tidak bekerja di kantor lagi, saya lebih dapat menghayati drama yang sarat dengan inspirasi tersebut dan saya belajar banyak lewat drama itu.
Hampir tidak ada sinetron seperti itu lagi di zaman sekarang ini.

Kisah keluarga ini membuat saya lebih menyadari betapa pentingnya sebuah keluarga yang bahagia. Bila seorang suami bersikap baik, menjadi pendidik dan sangat mencintai istrinya maka itu adalah kunci kebahagiaan, istri yang dicintai dengan tulus dan jujur akan sangat menghargai suaminya dan mampu mengasihi dan menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya sehingga keluarga yang kuatpun tercipta.

Ada yang mengatakan Negara yang kuat dimulai dari adanya keluarga-keluarga yang kuat. Artinya, penting untuk mengusahaakan keluarga agar bahagia.

Saya jadi ingat pada mama, kesederhanaan mama, dan kasihnya pada keluarga. Mama selalu ada dirumah bersama kami anak-anaknya, dia bekerja dari subuh sampai magrib untuk mengurus keluarga, dan membantu mencari nafkah, di malam hari dia masih menyulam atau menjahit. Tidak pernah dia duduk santai, apalagi bermalas-malasan, selalu ada yang dikerjakan dan tak pernah ada keluhan keluar dari mulutnya. Ia bekerja dan terus bekerja sampai masa wafatnya, tidak ada prestasi yang hendak ia raih, semua hanya demi menghidupi kami sebelas bersaudara. Dimata saya mama sungguh mulia.

Bila saya melihat atau membandingkan dengan wanita di zaman ini, sungguh berbeda, apalagi yang ada di sekitar saya.
Rata-rata ibu muda bekerja diluar rumah dari pagi hingga malam hari dan meninggalkan anak-anak mereka hanya dengan suster atau pembantu.
Begitu pula yang kulakukan ketika masih bekerja dulu.
Di malam hari saat pulang ke rumah, tubuh sudah terlalu lelah, waktu untuk anakpun sangat kurang, belum lagi bila anak sudah tertidur ketika ibu pulang. Makanya tidak heran bila ada anak yang lebih lengket dengan suster atau pembantu daripada dengan ibunda sendiri.
Saya bersyukur anak semata wayangku tidak demikian, walau saya harus bayar harga untuk hal itu.

Mengingat dan merenungkan akan hal itu, saya berfikir, memang, idealnya adalah ibu selalu ada dirumah, mengikuti tumbuh kembang setiap buah hati.
Kendalanya adalah rasa takut kekurangan uang, hal ini memaksa tiap ibu harus bekerja di luar rumah setiap hari dari pagi hingga petang.
Walau saya berhenti dari pekerjaan tanpa direncanakan, ada hal yang dapat saya syukuri. Dulu saya tidak pernah mau berhenti bekerja karna takut kekurangan dan hidup tidak layak, namun setelah saya tidak bekerja lagi ternyata apa yang selama ini saya khawatirkan tidak terbukti.
Hingga saat ini kehidupan kami masih berjalan normal tanpa kendala, walau harus ada beberapa penyesuaian, namun tidak terlalu menjadi masalah buat kami.

Hal ini juga disebabkan karena sejak tahun 1999 yang lalu saya sudah terbiasa membuat pembukuan untuk keluarga seperti perusahaan pada umumnya, sehingga saya dapat dengan mudah mengetahui penyesuaian biaya apa yang perlu saya lakukan dan biaya apa yang pasti berkurang dan itu dapat terlihat dengan cepat.
Laporan yang saya buat ternyata sangat membantu untuk dengan mudah mengadakan penyesuaian. Tidak percuma saya bersusah payah walau awalnya memang repot karna dilakukan secara manual, namun sekarang saya mampu membuat program untuk mempermudah pencatatan, sehingga menjadi sangat ringan. Dari penemuan itu pulalah akhirnya saya mencoba bekerja dari rumah.

Ketika diciptakan kita sudah dilengkapi dengan kemampuan beradaptasi yang baik, masalahnya hanyalah kerelaan untuk menerima segala keadaan.
Dengan saya di rumah ternyata ada banyak yang dapat dihemat. Anakpun menjadi lebih nyaman karena ada ibunya dan menjadi lebih mandiri dan disiplin.

YANG KITA BUTUHKAN SEDIKIT, YANG KITA INGINKAN BANYAK.
Kalimat yang mengandung makna yang dalam ini sering saya renungkan, dan saya berkesimpulan hal itu memang benar.
Tidak jarang kita bekerja keras hanya untuk memenuhi keinginan bukan kebutuhan sehingga terjebak dalam permainan kelinci yang lari ditempat mengejar wortel. Tidak akan pernah ada habisnya.
Memiliki rasa puas dan bersyukur akan membuat kita menjadi lebih bahagia.
Keluarga dan kesehatan adalah harta yang paling berharga.
Begitu pesan dari drama : KASIH SEPANJANG MASA.

program akuntansi keluarga, kunjungi www.vadoworkshop.com

Tidak ada komentar: